news
Tambora Meletus, Tidak Ada Musim Panas di Bumi
Sudah 200 tahun sejak Gunung Tambora di Nusa Tenggara Barat meletus dengan dahsyat. Dampak letusan itu begitu dahsyat, selain korban nyawa lebih dari 60 ribu orang, belahan bumi utara juga mengalami tahun tanpa musim panas.
“Orang-orang terpaksa makan kucing dan tikus,” kata Stephen Self, ahli vulkanologi di Universitas California, Berkeley, seperti dikutip Livescience (10/4). Self juga merupakan pakar dalam studi soal letusan Tambora pada 1815.
Temperatur bumi saat itu juga turun sebanyak rata-rata satu derajat Celcius. Aerosol dari Tambora memenuhi atmosfir, sehingga selain menurunkan temperatur, pertanian juga mengalami gagal panen sehingga menyebabkan kelaparan dan bibit penyakit di Amerika bagian Utara, Eropa, dan Asia.
Seperti yang dilansir CNN Indonesia “Letusan Tambora membuka mata para ilmuwan bahwa efek letusan gunung api dapat bersifat global,” kata Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Surono, kepada CNN Indonesia, di Jakarta (9/4). “Tidak ada gunung yang jauh dari jangkauan manakala letusannya mencapai VEI (Volcano Explosivity Index) 7 seperti Tambora.”
Indonesia, Negeri Paling Berisiko
Sebuah tim internasional Global Volcano Model Network pernah melakukan studi dan membuat ranking negara-negara yang paling berisiko menghadapi bencana alam seperti letusan Tambora.
Laporan bertajuk “Global Volcanic Hazards and Risk” itu rencananya diterbitkan pada Mei mendatang oleh Cambridge University Press. Nah, Indonesia ternyata termasuk ke dalam negara paling berisiko menghadapi letusan gunung api dahsyat lainnya.
Untuk membuat ranking, tim itu menghitung seberapa sering gunung api meletus di sebuah negara dalam 10.000 tahun terakhir dan bahaya yang ditimbulkannya. Mereka juga menghitung berapa jumlah orang yang tinggal di daerah rawan letusan. Mereka mendapati ada 800 juta orang yang tinggal dalam radius 100 kilometer dari gunung api.
Di Indonesia, menurut catatan Surono, ada 4 juta orang yang tinggal di dekat gunung api. Daerah gunung api, kata dia, memang jadi magnet bagi manusia sebab lahannya subur dan mengandung banyak air.
Di jajaran negara paling berisiko, selain Indonesia, adalah: Filipina, Jepang, Meksiko, Etiopia, Guatemala, Ekuador, El Salvador, dan Kenya.
“Orang-orang terpaksa makan kucing dan tikus,” kata Stephen Self, ahli vulkanologi di Universitas California, Berkeley, seperti dikutip Livescience (10/4). Self juga merupakan pakar dalam studi soal letusan Tambora pada 1815.
Temperatur bumi saat itu juga turun sebanyak rata-rata satu derajat Celcius. Aerosol dari Tambora memenuhi atmosfir, sehingga selain menurunkan temperatur, pertanian juga mengalami gagal panen sehingga menyebabkan kelaparan dan bibit penyakit di Amerika bagian Utara, Eropa, dan Asia.
Seperti yang dilansir CNN Indonesia “Letusan Tambora membuka mata para ilmuwan bahwa efek letusan gunung api dapat bersifat global,” kata Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Surono, kepada CNN Indonesia, di Jakarta (9/4). “Tidak ada gunung yang jauh dari jangkauan manakala letusannya mencapai VEI (Volcano Explosivity Index) 7 seperti Tambora.”
Indonesia, Negeri Paling Berisiko
Sebuah tim internasional Global Volcano Model Network pernah melakukan studi dan membuat ranking negara-negara yang paling berisiko menghadapi bencana alam seperti letusan Tambora.
Laporan bertajuk “Global Volcanic Hazards and Risk” itu rencananya diterbitkan pada Mei mendatang oleh Cambridge University Press. Nah, Indonesia ternyata termasuk ke dalam negara paling berisiko menghadapi letusan gunung api dahsyat lainnya.
Untuk membuat ranking, tim itu menghitung seberapa sering gunung api meletus di sebuah negara dalam 10.000 tahun terakhir dan bahaya yang ditimbulkannya. Mereka juga menghitung berapa jumlah orang yang tinggal di daerah rawan letusan. Mereka mendapati ada 800 juta orang yang tinggal dalam radius 100 kilometer dari gunung api.
Di Indonesia, menurut catatan Surono, ada 4 juta orang yang tinggal di dekat gunung api. Daerah gunung api, kata dia, memang jadi magnet bagi manusia sebab lahannya subur dan mengandung banyak air.
Di jajaran negara paling berisiko, selain Indonesia, adalah: Filipina, Jepang, Meksiko, Etiopia, Guatemala, Ekuador, El Salvador, dan Kenya.
Tambora, Meletus Tanpa Peringatan
Berdasarkan catatan Stephen Self, erupsi Tambora terjadi tanpa peringatan terlebih dahulu. Gunung itu sebetulnya mulai terlihat amat aktif pada 1812. Tapi lantaran lebih dari 1.000 tahun tak ‘marah’, kawasan sekitar gunung dihuni banyak orang.
Setidaknya ada 10 ribu orang yang tewas akibat awan panas, material gunung api, dan tsunami di sekitar Tambora saat meletus pada 1815.
Berdasarkan laporan "Global Volcanic Hazards and Risk", sejak 1600 setidaknya sudah ada 278 ribu orang yang tewas akibat letusan gunung api. Ada lima letusan gunung api di dunia yang menyebabkan 58 persen kerusakan, termasuk Tambora.
Dari semua korban tewas, 33 persen terbunuh oleh awan panas dan 20 persen oleh ombak tsunami; sebanyak 14 persen tewas akibat lahar. Hanya 887 orang yang tewas akibat lava.
Lalu, sebanyak 24 persen kematian lainnya terjadi tak langsung. Mereka tewas akibat kelaparan dan bibir penyakit. Abu vulkanik, tanah longsor, dan petir, juga menyebabkan kematian.